Kerajaan bisnis Sampoerna dirintis oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1913 dengan Handel Maatchapij. Salah satu produknya adalah Dji Sam Soe. Lalu, generasi kedua, yaitu Liem Swie Hwa dan Liem Swie Ling atau Aga Sampoerna (ayah Putera Sampoerna), melanjutkan bisnis keluarga yang sudah berganti nama menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna (1949). Baru kemudian Putera masuk di tahun 1990.

Setelah hampir 12 tahun meniti karier di Sampoerna dan menjadi orang nomor satu, pada tahun 1999 tiba giliran generasi keempat, Michael, untuk masuk. Dan pada tahun 2001, anak muda itu resmi menjadi orang nomor satu.

Putera Sampoerna adalah generasi ketiga dari keluarga Sampoerna di Indonesia. Kakeknya, Liem Seeng Tee, adalah pendiri perusahaan rokok Sampoerna. Putera merupakan presiden direktur ketiga perusahaan itu. Dia menggantikan ayahnya, Aga Sampoerna.
Pada tahun 2000 Putera mengestafetkan kepemimpinan operasional perusahaan (presiden direktur) kepada anaknya, Michael Sampoerna. Dia sendiri duduk sebagai Presiden Komisaris PT HM Sampoerna Tbk hingga saham keluarga Sampoerna (40 persen) di perusahaan yang sudah go public itu kemudian dijual kepada Philip Morris International pada Maret 2005 senilai Rp 18,5 triliun.

Setelah empat tahun dipimpin Michael, kinerja HMSP makin mencorong. Kendati demikian, sang ayah rupanya punya penilaian lain. Daripada hancur di generasi keempat, lebih baik dijual saja. Ini soal kepercayaan, katanya. Putera Sampoerna lahir di Schidam, Belanda, pada 13 oktober 1947. pendidikannya ditempuh di Diocesan Boys Scool Hong Kong, Carey Grammar High School Melbourne, dan University of Houston, Texas, As. Dia mulai bergabung dengan PT HM Sampoerna pada 1980.

Pada 1986 dia menduduki tampuk kepemimpinan oprasional PT HM Sampoerna sebagai Ceo (chif executive officer) menggantikan Aga Sampoerna. Namun ruh kepemimpinan masih saja melekat pada ayahnya. Baru setelah ayahnya meninggal pada 1994, Putera benar-benar mengaktualisasikan kapasitas kepemimpinan secara penuh. Dia lantas merekrut professional dalam negri dan mancanegara untuk mendampinginya mengembangkan dan mengenjotkan kinerja perusahaan. Perusahaan keluarga ini kemudian dikelola secara professional dengan dukungan manajer professional. Perusahaan ini juga go public, sahamnya menjadi unggulan di Bursa efek Jakarta dan Surabaya.

PT HM Sampoerna juga berhasil melakukan ekspansi bisnis di segmen non-rokok yaitu supermarket dengan mengakuisi Alfa dan sempat mendirikan Bank Sampoerna pada 1980-an. Di bisnis rokok, HM Sampoerna adalah pelopor produk mild ( rokok rendah tar dan nikotin) di Indonesia. Pada 1990-an Putera Sampoerna mengenalkan produk rokok A Mild. Di memang seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan. Berbagai langkahnya sering kali tidak terjangkau pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu membuat sensasi (tapi terukur) dalam dunia bisnis. Langkahnya yang paling sensasional sepanjang sejarah HM Sampoerna berdiri pada 1913 adalah keputusannya menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40 persen) ke Philip Morris International pada Maret 2005.
Keputusan ini sangat mengejutkan pelaku bisnis lainnya. Sebab, kinerjja HM Sampoerna kala itu (2004) dalam posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp 15 triliun dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Dalam posisi ketiga perusahaan rokok yang menguasai pasar, yakni menguasai 19,4 persen pangsa pasar rokok di Indonesia, setelah Gudang Garam dan Djarum. Mengapa Putera melepaskan perusahaan keluarga yang sudah berumur lebih dari 90 tahun ini? Itu pertanyaan yang muncul di tengah pelaku bisnis dan publik kala itu.
Belakangan public memahami visi Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005 versi Majalah Warta Ekonomi. Dia melihat masa depan industri rokok di Indonesia akan makin sulit berkembang. Dia pun ingin menjemput pasar masa depan yang hanya dapat diraihnya dengan langkah kreatif dan revolusioner dalm bisnisnya. Secara revolusioner dia mengubah bisnis intinya dari bisnis rokok ke bisnis agroindustri dan infrastruktur.

Hal ini terungkap dari langkah-langkahnya setelah enam bulan melepas saham di PT HM Sampoerna. Juga terungkap dari ucapan Angky Camaro, orang kepercayaan Putera: “Arahnya memang ke infrastruktur dan agroindustri.” Terakhir, di bawah bendera PT HM Sampoerna Strategic dia sempat berniat mengakuisi PT Kiani Kertas, namun untuk sementara dia menolak melakukan negosiasi transaksi lantaran persyaratan yang diajukan Bank Mandiri dinilai tak sepadan. Dia pun dikabarkan akan memasuki bisnis jalan tol, jika faktor birokrasi dan kondisi sosial politik kondusif.

Keputusan Putera Sampoerna melepaskan sahamnya dianggap wajar. Memang tidak mudah mendapatkan pembeli seperti Philip Morris yang berani membeli HMSP dengan harga begitu mahal. Walhasil, laba bersih yang berhasil dikantongi perusahaan itu meningkat tajam. Sampai kuartal ketiga 2004, untung bersih yang diperoleh HMSP mencapai Rp 1,7 triliun, melesat jauh dibandingkan peruntungan selama tahun 2003 yang hanya Rp 1,4 triliun. Sumber lain lagi mengatakan bahwa Putera Sampoerna berniat mengambil alih saham Merpati Nusantara Airlines. Tapi yang jelas, di luar kepemilikannya di HMSP, saat ini Putera memiliki 65,5 persen sahamnya di Transmarco Ltd, sebuah distributor peralatan telekomunikasi yang berbasis di Singapura. Sementara, kabar di lingkungan HMSP menyebutkan bahwa tidak tertutup kemungkinan Putera bakal mengepakan sayap bisnisnya itu ke Indonesia. Apalagi, saat ini industri telekomunikasi di Tanah Air mengalami perkembangan yang cukup cepat.
Selain bisnis telekomunikasi, kabar lain juga menyebutkan bahwa Putera ingin terjun ke industri makanan. Selain pasarnya dianggap masih terbuka, bisnis itu juga dinilai cukup menguntungkan.